"Amerika telah mempersiapkan dan memperlengkapkan alat-alat bagi Wahabi untuk menghuru harakan perpaduan Muslimin, dari itu hendaklah kita memerhati mereka dan memperjelas kepada Umat Islam bahawa Wahabi bertujuan memecahbelahkan harakat umat Islam, sebagaimana Israel ditengah kaum muslimin, Wahabi juga bertugas menjadi musuh dalam selimut.... " Sayyed Ali Khamenei, semoga Allah melanjutkan usianya.

Thursday, March 12, 2009

Penyelewengan dalam Sahih Bukhari

Sayang sekali setiap kali kita melihat kitab Ahlusunnah, jikalau ada yang bertentangan dengan pandangan Wahabi, maka mereka berusaha menghapuskannya kerana bimbang timbulnya kebenaran. Kerja ini jelas buruk akhlaknya dan tidak beramanah.

Bersamalah kita saksikan Sahih Bukhari cetakan Darul Fikr - Beirut

دار الفكر - بيروت











































Di sini hadis Bukhari menukilkan tentang perkahwinan Mut'ah

Terjemahan:

Imran bin Hushain berkata: Ayat Mut'ah dalam kitab Allah telah turun dan kami melaksanakannya bersama Rasulullah dan ayat pengharamannya tidak diturunkan dan tidak dihalang melakukannya hingga nabi yang mulia wafat. Datang seorang lelaki dan dengan pandangannya sendiri menitahkan menurut kehendaknya. Muhammad mengatakan: Mereka berkata dia ialah Umar.

Seperti yang disebut: "datang seorang lelaki dan dengan pandangannya sendiri menitahkan menurut kehendaknya"

Maksudnya ialah: seorang lelaki mengharamkannya. Disebut juga "Muhammad berkata: mereka mengatakan beliau ialah Umar" Iaitu Muhammad Ismail Bukhari (Pemilik kitab) berkata: beliau ialah Umar. Sekarang titik tolak di sini ialah. Sayangnya mereka siap sedia menafikan amalan tersebut sekaligus menentang sunnah nabi (s) dalam cetakan Bukhari yang baru seperti dalam 3 cetakan Darul Ihya Beirut, Darul Kitab al-Alamiyah - Beirut, Darul Mu'arif- Beirut.






































Terpulanglah kepada anda menilainya.
Angkatan menjawab Syubhah

2 comments:

  1. Nikah Mutaah penerangan AlQuran

    Tetapi sejak beberapa dedake yang lalu telah terjadi kesepakatan dikalangan ulama Suni maupun Shiah bahwa Nikah Mut’ah adalah HALAL berdasarkan Firman Allah SWT :

    “dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu ni`mati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

    (QS. An Nisa [4] : 24}

    Tetapi kedua golongan Islam (Suni dan Shiah) tetap berbeda pendapat tentang PENGHARAMAN Nikah Mut’ah.

    Golongan Suni mempunyai tiga pendapat sehubungan dengan pengharaman Nikah Mut’ah, yaitu :

    1. Pendapat yang mengatakan bahwa Nikah Mut’ah telah diharamkan, kemudian dihalalkan, kemudian diharamkan, kemudian dihalalkan dan akhirnya di haramkan, berdasarkan Hadist Nabi SAW.

    Bantahan Shiah :

    a. Hadist Nabi SAW tidak biasa membatalkan (memanzukhkan) firman Allah SWT

    pada Al Qur’an. Karena hanya Allah SWT yang berhak memanzukhkan ayat Al Qur’an.

    b. Hadist2 telah pengharaman yang berulang-ulang itu semuanya merupakan Hadist Ahad yang tidak berkuataan sahih.

    c. Tidak mungkin Rasulullah SAW mengharamkan nikah mut’ah karena alasan perzinahan, kemudian menghalalkan lagi, kemudian pengharamkan lagi, kemudian menghalalkan lagi dan akhirnya mengharamkan. Bukankah selama penghalalan kembali itu berarti juga Rasulullah SAW menghalalkan perzinaan?

    2. Pendapat yang mengatakan bahwa Nikah Mut’ah dihalalkan pada masa Nabi SAW, masa Abu Bakar dan dua tahun pertama masa Umar bin Khattab, kemudian diharamkan oleh Khalifah Umar Bin Khattab bersamaan dengan pengharaman Mut’ah Haji (Haji Tamattu).

    Bantahan Shiah :

    a. Kalau Nabi SAW saja tidak bisa membatalkan (memanzukhkan) firman Allah SWT pada Al Qur’an, maka apalagi Umar bin Khattab.

    b. Kalau Nabi SAW saja tidak bisa mengharamkan apa yang telah dihalalkan oleh Allah (Nikah Mut’ah – QS. An Nisa [4]: 24) , maka apalagi Umar Bin Khattab.

    3. Pendapat yang mengatakan Nikah Mut’ah yang tercantum pada QS. An Nisa [4] :24 telah dibatalkan (di naskhkan) oleh Allah Ta’ala berdasarkan firman Allah SWT:

    “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu` dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.”

    (QS. Al Mukminun [23] : 1-6 dan Al Ma’arij [70] : 29-30).

    Bantahan Shiah :

    Meskipun Surat Al Mukminun (Surat ke-23) dan Surat Al Ma’arij (Surat ke-70) sedangkan Surat An Nisa merupakan Surat ke-4, dalam Mushaf Al Qur’an. Namun berdasarkan turunnya Surat Al Qur’an, maka Surat Al Mukminun merupakan Surat Makkiyah ke- 74 dan Surat Al Ma’arij merupakan Surat Makkiyah ke-79, sedangkan Surat An Nisaa merupakan Surat Madaniyah ke-6.
    Tidak Ada Satu Ayat Quran pun Turun Mengharamkan Nikah Bertempoh ini atau Nikah Mutaah

    Sehingga tidaklah mungkin Surat Al Mukminun dan Surat Al Ma’arij dikatakan telah membatalkan ayat tentang Nikah Mut’ah pada Surat An Nisaa yang diturunkan belakangan daripada kedua Surat terdahulu. Suatu ayat hanya dapat dibatalkankan oleh ayat lainnya yang diturunkan kemudian, berdasarkan firman Allah SWT :

    “Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguh-nya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?”

    (QS. Al Baqarah [2] : 106)

    Berdasarkan penjelasan di atas maka Nikah Mut’ah adalah HALAL berdasarkan QS. An Nisaa [4] : 24. Dan segala sesuatu yang di-HALAL-kan oleh Allah tidak bisa di-HARAM-kan oleh manusia. Dan apa yang Halal menurut Allah SWT pastinya didalamnya hanya mengandung kebaikan serta terbebas dari keburukan. Namun ada diantara manuasia yang merasa dirinya lebih hebat dari Allah SWT, sehingga menilai di dalam Nikah Mut’ah semata-mata hanya terdapat keburukan (seperti diartikan sebagai penghalalan pelacuran, dsb).

    Dewasa ini banyak dari kalangan Ulama Suni di Indonesia yang berpendapat bahwa Nikah Mut’ah adalah Halal berdasarkan nash Al Qur’an, dan bahkan tidak sedikit diantaranya yang melakukannya, bukan semata-mata karena kebutuhan seksual, tetapi guna menunjukan ke-halalan Nikah Mut’ah itu sendiri.

    Halalnya Nikah Mut'ah bukanlah berarti wajib atau di sunnahkan untuk dilakukan, melainkan siapapun diperbolehkan memilih untuk melakukan ataupun meninggal-kannya (tidak melakukannya). Tetapi ia menjadi wajib bagi sepasang pria wanita yang tidak terikat pada Nikah Daim (Nikah Permanen) yang melakukan hubungan seksual. Karena tanpa Nikah Mut'ah maka hubungan seksual tersebut menjadi tergolongan perbuatan zina yang mendatangkan dosa.

    Seseorang boleh saja mengatakan, "Aku tidak memerlukan Nikah Mut'ah, karena aku tidak akan mungkin terjerumus pada perbuatan zina", meskipun sesungguhnya Allah Ta'ala adalah Maha Mengetahui bahwa manusia tidak bisa menahan hawa nafsunya (syahwatnya). Nah Nikah Mut'ah adalah rahmat Allah Ta'ala kepada Umat Muhammad SAW untuk menyelamatkannya dari jurang perzinaan. Nikah Mut'ah adalah solusi Islam sebagai agama terakhir terhadap praktek perzinaan, yang menjangkiti keturunan Adam as sejak generasi awal serta tidak kunjung berhasil dihapuskan semata-mata melalui ancaman dosa dan larangan oleh syariat2 yang diturunkan sebelumnya.

    Bagi setiap mukmin tersedia dua alternatif (dalam hal tidak dapat menahan hawa nafsu seksualnya yang tidak tertampung oleh isteri2nya atau yang belum mempunyai isteri tetapi telah cukup umur), yaitu 1). melakukan hubungan seksual dengan Nikah Mut'ah, atau 2). melakukan hubungan seksual tanpa Nikah Mut'ah.

    Sementara itu dikalangan umat Islam terjadi perbedaan pendapat tentang halal dan haramnya Nikah Mut'ah. Sebagai seorang yang berakal, bagaimanakah anda menentukan pilihan atas kedua alternatif di atas?

    Kebenaran hakiki adalah sisi Allah SWT.

    Jika Nikah Mut'ah adalah haram di sisi Allah, maka sekalipun anda melaksananya, tetap tergolong sebagai zina.

    Jika Nikah Mut'ah adalah Halal di sisi Allah, maka sungguh merugi jika tidak melaksanakannya, karena seharusnya bisa terhindar dari perbuatan zina, tetapi karena kekerasan kepala, malah terjerumus pada perbuatan zina.

    Saya menyadari sepenuhnya bahwa pembicaraan tentang Nikah Mut'ah sangat tidak disenangi oleh sebagian umat Islam sendiri terutama dari kalangan wanita. Seperti halnya juga berbicara tentang Poligami yang sampai sekarang belum bisa diterima oleh kebanyakan kaum muslimah.

    Tetapi berbicara tentang aqidah dan syariat agama bukanlah tergantung pada senang atau tidak senangnya pihak-2 tertentu. Slogan ISLAM YANG KAFFAH (Menyeluruh) adalah termasuk dalam hal pembicaraan seperti ini. (Apa yang engkau anggap buruk belum tentu hal itu buruk disisi Allah)

    Sebagai penutup, saya kutip ucapan Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib as: “Bilamana saja Umar tidak melarang Nikah Mut’ah, niscaya tidak ada lagi seorang mukminpun yang akan terjerumus kedalam zina, kecuali mereka yang benar2 celaka”.

    Wassalam

    ReplyDelete
  2. Jelas sudah dari uraian di atas bhw pernikahan di islam, terutama utk mut'ah (dan tambahan misyar) adalah kedok saja dari kegiatan zinah.

    Saya kutip tulian terakhir:
    Sebagai penutup, saya kutip ucapan Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib as: “Bilamana saja Umar tidak melarang Nikah Mut’ah, niscaya tidak ada lagi seorang mukminpun yang akan terjerumus kedalam zina, kecuali mereka yang benar2 celaka”.

    Kutipan di atas menunjukkan bhw islam ajaran bejat yg membungkus kebejatan dengan seremonial agama belaka.

    Apakah hati nurani saudara tidak berontak?

    ReplyDelete